Sosialisasi Empat Pilar MPR Menuju Indonesia Kuat.

Saya korban atas penyampaian berita yang tidak benar. Asas praduga tak bersalah. Tak berlaku bagi saya. Hak saya untuk menjelaskanpun sudah dimatikan. Karena orang dunia saat ini lebih suka menanam kebencian, menghasut dan melihat keributan dari saudara/inya.

Saya korban bullying, saya hanya diam, sekarang saya sudah meninggal. Tapi biarlah, dengan begini saya bebas dari pukulan kakak senior saya yang dilakukan mereka beramai-ramai lagi.

Saya anak kelas 3 Sekolah Dasar, saya diasingkan dari teman saya hanya karena rambut saya katanya seperti brokoli, kulit saya hitam dan logat daerah saya masih kental. Semua teman mengolok-olok saya dengan sebutan si Hitam Brokoli bergigi tonggos. Setiap hari saya bermain sendiri. Dunia begitu kejam bagi saya. Keluarga dan rumah tempat saya merasa aman.

Saya korban dari empat orang pengecut, yang tidak mau mengakui perbuatannya dan memperbaiki keadaan, nama baik saya sudah tercoreng, tapi saya hanya diam. Saya dihukum atas kesalahan yang tidak pernah saya perbuat.

Saya mencintai kekasih saya tapi saya harus menikahi orang yang tidak saya cintai dan menerima pahitnya dimadu, bahkan KDRT hanya karena kepentingan bisnis kedua orang tua kami.

Narasi pembuka saya diatas adalah sepenggal kisah kehidupan nyata yang ada dilingkungan sekitar. Kemerdekaan Indonesia sudah berumur 71 tahun. Pada 17 Agustus 2017 yang akan datang akan memasuki usia kemerdekaan yang ke-72, tapi nyatanya masih banyak kasus seperti diatas terjadi di lingkungan kita. Miris ya. Tapi itu kenyataannya.

Dalam rangka peringatan Hari Kelahiran Pancasila ke-72, menutup rangkaian Pekan Pancasila dari tanggal 29 Mei 2017 hingga 4 Juni 2017. Kemarin Senin, pada tanggal 5 Juni 2017, saya seorang momblogger, mendapatkan kesempatan untuk menjadi tamu undangan dalam kegiatan “Netizen Gathering Jakarta ngobrol bareng Ketua MPR RI”. Bertempat di ruang delegasi gedung Nusantara V, Gedung MPR/DPR RI.

Mimbar dan kursi narasumber. Foto dokumen penulis

Suatu kehormatan bagi saya dapat menghadiri acara ini dan kesempatan yang langka. Ini kali ketiga saya bisa berada di area gedung parlemen yang megah ini. Sukacita sekali mendapat kesempatan ini. Bagaimana tidak senang, latar belakang pendidikan saya ilmu hukum  karena dari sejak usia sekolah dasar saya paling suka mata pelajaran yang mengajarkan saya arti Pancasila. Saya besar dan tumbuh dari keluarga yang menghargai keberagaman dan perbedaan pendapat. Bahkan saya menjalani apa yang baik dari perbedaan itu dan menjadi tradisi di keluarga kami yaitu ibadah puasa. Rasanya nikmat hidup damai menjalin silahturahmi kekerabatan begini. Hidup jadi penuh warna. Bayangangin dari Natalan, Lebaran, dan Imlekan semua ada di keluarga besar saya. Bahkan malam takbiran pun saya membantu ibu saya masak 7-9 macam hidangan Lebaran.

Saya tiba di lokasi acara pukul 14.33 WIB, segera saya menuju ruang delegasi bersama peserta tamu undangan kelas netizen kali ini. Mengisi daftar registrasi ulang dan menempati posisi modis dibangku terdepan. Biar saya bisa fokus mendengar dan menyerap pesan dari bincang ringan dalam acara kali ini.

Mba Rharas, Mas Andrianto dan Mba Mira Sahid. Foto dokumen penulis.

Tepat pukul 15.40 WIB, Mba Rharas Estining Palupi yang merintis pertama kali pertemuan netizen ini dan Mira Sahid membuka acara. Menjelaskan Kelas Netizen ini dibentuk dua tahun yang lalu. Saat itu baru sekitar 20 orang yang hadir dan diadakan pertama kali di Bogor. Pada kelas Netizen kedua pernah diadakan di Solo. Saat itu dihadiri oleh Netizen yang berasal dari Jakarta, Makasar, Bandung, Solo dan Surabaya. Dan pernah juga diadakan tahun lalu di Jogja.

Kami sempat berbincang mengenai sekilas materi acara hari ini. Untuk memecah keheningan, saya sempat disodorin microphone dan ditanya sila ketiga Pancasila. Biar hafal itu Pancasila, kalau dihadapi pertanyaan dadakan orang senewen bisa mendadak hilang ingatan kan ya? Syukurlah saya dapat menjawab dengan tenang dan benar. Sementara peserta lain dapat sila keempat yang sedikit lebih panjang.

Supaya tidak lupa nih, saya mau bagi lagi, dibaca, diresapi, diamalkan dalam kehidupan sehari-hari ya sahabat setia.

Pancasila
Foto sumber artikelsiana.com

Kami juga diperkenalkan dengan Mas Andrianto Kepala Bagian Pengolahan Data dan Sistem Informasi Humas MPR. Yang dinarasikan wajahnya dengan serupa mirip penyanyi. Gantian kami sodorkan microphone untuk minta menyanyi, seru canda tawa mewarnai ruangan saat itu. Suasana seketika menjadi lebih akrab dan tidak kaku, karena dipandu dua MC yang pandai membuat kami nyaman.

Ibu Siti Fauziah, S.E., M.M. Foto dokumen penulis.

Kemudian Ibu Siti Fauziah, S.E,M.M Kepala Biro Humas Sekretariat Jenderal Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia. Mengucapkan kata sambutannya dan kegembiraannya kami bisa hadir saat ini. Semoga acara yang singkat ini dapat bermanfaat dan berharap kami bisa hadir pada kelas netizen berikutnya yang akan didakan di tempat lain. Saya langsung berkata amin, semoga saya berkesempatan terpilih dan dapat menghadiri acara bincang berikutnya.

Ketua MPR RI Bapak Zukifli Hasan, S.E, M.M. Foto dokumen penulis.

Tepat pukul 16.20 WIB, narasumber kita Bapak Dr.(H.C) Zulkifli Hasan, S.E,MM. Ketua MPR RI hadir menyambut ramah kami sambil memasuki ruang delegasi dan diiringi tepuk tangan meriah dari semua tamu undangan.

Sebelum sesi bicara, beliau mengijinkan kami foto bersama para netizen dan selfi untuk dokumen pribadi. Senangnya mendapat pimpinan yang begitu dekat di hati kami saat itu.

Membuka sesinya dengan mengatakan Pancasila itu Kasih. Membedah pasal demi pasal terbukti intinya kasih. Tapi apa yang terjadi dengan kondisi negara kita belakangan ini sungguh jauh dari keadaan bangsa kita jaman dahulu. Begitu mudahnya kita dipecahbelah hanya karena kepentingan politik.

Kalau mau dilihat, keberagaman sudah ada dari dahulu kala bahkan sebelum Indonesia merdeka, tapi dahulu kita bangsa yang kuat, yang memakai perbedaan itu untuk bersatu mewujudkan Indonesia yang aman, lebih nyaman dan merdeka. Ingat lahirnya Sumpah Pemuda. Keren kan mereka. 

Sayangnya hanya karena sebuah berita yang diumbar melalui sosial media, keberhasilan mereka tampak terlupakan. Teman jadi putus silahturahmi karena berbeda pandangan, bahkan saudara pun bisa jadi ribut dan putus hubungan.

Itu sebabnya kami netizen dan blogger diundang agar kami bisa meneruskan sosialisasi Empat Pilar MPR RI yaitu :
1. Pancasila sebagai dasar dan ideologi negara.
2. UUD NRI Tahun 1945 sebagai konstitusi negara.
3. NKRI sebagai bentuk negara dan
4. Bhineka Tunggal Ika sebagai semboyan negara.

Diharapakan netizen dapat menjembatani antara MPR dan masayrakat. Menjadi sumber berita yang meneruskan berita yang menginsinpirasi untuk tumbuhnya rasa nasionalisme.

Bapak Zulkifli berkata Demokrasi Pancasila itu akan berguna, akan bermanfaat, akan menghasilkan pemeratan, akan menghasilkan keadilan kalau demokrasinya itu benar dan yang milihnya sadar.

Misalkan nih ada yang memberi sembako, kita pilih dia. Kandidat lain karena tidak memberi sembako tidak kita pilih. Wuah kena banget nih, masih adakah masyarakat kita yang begini atau jangan-jangan kita sendiri pelakunya?

Milih karena yang diyakini itu bisa membawa perbaikan bagi kita. Ini baru pemilih yang sadar. Dalam memilih itu kita perlu lihat orang yang kita pilih itu integritasnya bagaimana, track recordnya seperti apa, siapa teman-temannya dahulu. Misalnya orang yang dahulu bandar judi, teman-temannya pun pemain judi, cuma karena memberi sesuatu akhirnya dipilih. Yang begini akan membuat kesengsaraan bagi rakyat banyak. Kalau milihnya sadar, sudah pasti dapat orang benar.

Kalau orang benar yang dipilih, jalan tidak lagi banyak rusaknya, tidak ada lagi korupsi dan lain sebagainya. Kalau yang milih sadar, barulah Demokrasi Pancasila akan berguna.Yang milih pemimpin kan rakyat, kalau negaranya jelek kan pemimpinnya jelek, yang milih? jelek juga.

Yuk bantulah rakyat kita, negara kita agar benar demokrasi itu, agar kita terhindar dari politik untuk menghalalkan segalanya.

Jadi Bupati itu untuk apa sih? Banyak orang yang tidak tahu padahal Pancasila sudah cukup jelas. Tugasnya sesuai sumpah jabatannya. Melayani rakyat sesuai prosedural undang-undang itu. Tapi sayangnya cara menjadi Bupati atau Gubernur misalnya, memakai unsur politik karena dianggap jalan singkat untuk menjadi kaya. Saling menyakiti dari segi agama dan ras. Padahal Pancasila itu saling menyanyangi.
Contoh lain Jawa Barat Pilkada karena salah satu kandidatnya orang Lampung maka ditolak dan dilarang warganya, hanya mau warga asli yang rakyat setempat pilih, ini namanya rasis.

Bulan ini bulan penuh keberkahan, semoga yang menjalani ibadah puasa mendapat hidayah maupun yang tidak menjalani tetap menjadi pribadi yang semakin lebih baik dan menanamkan kebaikan. Atasi masalah dengan kasih. Faktanya kita ini memang beragam, yuk move on, kita alihkan fokus kita bersama bahu-membahu bagaimana kita bisa kuat dan bersaing tidak kalah dengan negara-negara maju lainnya. Mari saling menghormati dan kompak.

Menjawab pertanyaan salah satu netizen tindakan apa yang Bapak lakukan dalam menyingkapi sengketa selisih pendapat. Beliau menjawab: Untuk mencapai musyawarah mufakat. Persatuan yang pertama dan terutama. Dalam persidangan Bapak selalu berpesan para wakil rakyat untuk berdebat tidak sampai keluar dan meresahkan masyarakat. Dan mengerti benar arti Pancasila. Pancasila itu perilaku. Bukan sekedar stempel. Amalkan kelima silanya sudah pasti damai sejahtera. Pancasila itu bukan alat untuk memukul tapi merangkul. Pancasila itu bukan alat untuk saling menista, tapi alat untuk saling bersatu.

Bapak menutup dengan baik sesi tanya jawab ini karena harus segera berangkat menghadiri acara buka puasa di rumah kediaman President RI,  Bapak Jokowi. Wow, saat mengisi sesinya tadi itu ternyata kami tamu keenam beliau hari ini. Begitu padat jadwalnya tapi memberikan kami waktu untuk berbincang.

Bapak Ma’ruf Cahyono. Foto dokumen penulis.

Narasumber kedua yaitu Bapak Ma’ruf Cahyono Sekjen MPR RI membuka sesinya dengan mengingatkan para netizen dan blogger agar dalam menulis baiknya kita bukan sekedar memberi pemahaman kepada masyarakat, syukur-syukur juga menambahkan kesadaran bagi masyarakat, dan level ketiga yang paling keren itu dapat menstimulasi orang hal baik itu menjadi perilakunya sehari-hari.

Tujuan MPR mengadakan acara seperti ini adalah pertama bagaimana kita bisa internalisasi keempat pilar tadi. Bisa sampai kepada masyarakat dengan bahasa yang mudah dipahami semua orang, siapapun pembacanya bahkan dengan tingkat pengetahuan terendah sekalipun.

Kedua netizen menjadi satu kesatuan jaringan perpanjangan komunikasi MPR kepada masyarakat agar lebih efektif, untuk berpartisipasi menanamkan nilai-nilai penting untuk kebaikan kita bersama kedepannya.

Ketiga salinan etika kehidupan berbangsa dan bernegara. Dalam buku hijau yang kita dapat mengenai ketetapan MPR. Ada berbagai hal seperti sosial budaya, etika hukum, perduli lingkungan bisa kita angkat dari sudut pandang yang sesuai dengan kita. Sehingga melalui sosialisasi kita dengan metode yang pas, dilakukan berkesinambungan terus-menerus, seperti soal toleransi, sportifitas dan lain lain pun bisa kembali hadir dalam hubungan bermasyarakat kita.

Dimulai dari pemahaman, menjadi kesadaran, kemudian jadi perilaku baik dalam ekonomi, sosisal budaya. Ini tanggung jawab bersama bukan hanya tugas MPR. Karena pembangunan itu berhasil karena berbagai pihak. Kita dapat berhasil kalau kita bersama bergerak. “Saya Pancasila, Saya Indonesia” ini bukan sekedar slogan. Sasarannya kalau kita berani bilang kita begini berarti karakter kita mencerminkan Pancasila, kalau saya tidak demokratis, mementingkan diri sendiri diatas kepentingan orang banyak, itu berarti saya bukan Indonesia.

Religius itu apa sih? Religius itu menghargai sesama umat beragama yang berlainan. Bukan memaksakan pandangannya yang terbenar dan diterima oleh yang berbeda. Orang lain puasa jangan goda kopinya didekat-dekatin hidungnya penikmat kopi, misalnya. Sesimple itu caranya.

Sebelum acara kemarin diadakan, beberapa waktu lebih dulu sosialisasi Empat Pilar sudah diberikan kepada mahasiswa Pancasila, kemudian diadakan Konperensi Etika Kehidupan Berbangsa ada 600 orang yang menghadiri. Pada tanggal 21 Mei 2017 diadakan di Bandung. Artikelnya bisa dilihat di sini Netizen Menjembatani. Dan pada 5 Juni 2017 hari yang sama jam 13.00 WIB ada diskusi dengan para media. Bukan intensitasnya acara, tetapi Pekan Pancasila ini mejadi moment agar orang kembali ingat esensi Pancasila.

13 Juni 2017 akan dikumpulkan 100 tokoh nasional dari beragam latar belakang dari seluruh Indonesia termasuk mahasiswa untuk mencari jalan keluar perbedaan persepsi dan mencari solusi bersama.

Kita tidak ingin bukan generasi kita mengenal bangsa kita sebagai bangsa yang saling mencabik?

Sebelum menutup sesinya Bapak diminta membaca sebuah puisi, begini bunyinya:

Masih Indonesiakah kita?
Setelah sekian banyak jatuh bangun.
Setelah sekian banyak terbentur dan terbentuk.
Setelah sekian banyak tertimpa dan tertempa.

Masikah kita meletakkan harapan kita atas kekecewaan?
Persatuan diatas perselisihan.
Kejujuran diatas kepentingan.
Dan musyawarah diatas amarah.
Ataukah keIndonesiaan kita telah pudar?
Dan hanya tinggal slogan agama.

Tidak, karena mulai kini, nilai-nilai itu kita lahirkan kembali.
Kita bumikan dan kita bunyikan dalam setiap jiwa dan raga manusia Indonesia.

Dari Sabang sampai Marauke kita akan lebih banyak lagi, senyum ramah dan tegur sapa. Gotong royong dan tolong menolong. Kesantunan bukan kehancuran, tetapi kebiasaan. Dan keperdulian menjadi dorongan.

Dari terbit hingga terbenamnya matahari, kita kan melihat orang-orang berpeluh tanpa mengeluh. Berkeringat karena semangat dan bekerja keras karena dibayar.
Ketaatan menjadi kesadaran dan kejujuran menjadi harga diri dan kehormatan.
Wajah mereka adalah wajah Indonesia yang sesungguhnya. Tangan mereka adalah tangan Indonesia yang sejati. Dan keguguran mereka adalah keguguran Indonesia yang sesungguhnya.

Narasi pengantar artikel saya diatas itu harus stop sekarang. Kita jangan diam, amati cermati sekitar kita. Mereka diam bukan karena sekedar karena mereka tertekan, takut mendobrak adat, jangan jadi bystander karena dengan begitu kita terlibat atas kematian teman kita yang dibully kakak senior. Beranilah bela yang benar dan lakukan yang benar mulai hari ini. 

Kasihilah saya sekalipun saya mungil. Foto dokumen penulis.

Yuk kita tanamkan kembali kebiasaan baik. Dimulai dari bagaimana kita mengajarkan anak kita, dalam diskusi memilih menu untuk disantap sekeluarga ajarkan anak berdemokrasi yang benar. Hidup rukun antar tetangga. Mulai dari diri sendiri kemudian terapkan ketika kita berhubungan dengan orang lain. Niscaya bila kita menjadi contoh panutan kegiatan yang positif itu akan menular kelingkungan sekitar. Indonesia kuat dimulai dari kita. Amin.

Sebagian menu utama buka puasa. Foto dokumen penulis.

Setelah acara bincang kami  berbuka puasa bersama. Suasana keakraban masih kental  terasa. Dari acara kali ini jadi tambah  teman. Bukan sekedar dapat tambahan wawasan. Bahkan mendapat sertifikat.  

Terima kasih Mba Mira Sahid dan MPR RI atas kesempatan yang diberikan kepada saya. 

9 Comments Add yours

  1. Febrianty rachma berkata:

    Wihh ekspress nulisnya xixi. Bantu ralat ya mbak. Bukber nya bapak Zul bukan di kediaman ketua DPR tapi di kediaman presiden Jokowi hehe. Btw emang bener,semoga dengan acara begini semakin memantapkan dan menjembatani wakil rakyat supaya deket dan lebih deket dengan rakyatnya aamiin

    Suka

    1. belinda888kusumo berkata:

      Terima kasih ralatnya. Segera saya perbaiki. Ternyata pendengaran saya sudah semakin menua.

      Suka

  2. Wihhh keren. Semoga dengan acara ini Pancasila bisa kembali berjaya.

    Suka

    1. belinda888kusumo berkata:

      Amin Mba, semoga kita bisa jadi salah satu penggerak dan contoh bagi lingkungan sekitar bahwa Indonesia perlu kembali bersatu agar kuat kedepannya, maju bersama dan mencapai kesejahteraan bersama. Terima kasih Mbaku sayang sudah mampir baca artikelku. Salam sehat dan penuh berkat buat Mba dan keluarga di sana.

      Disukai oleh 1 orang

  3. Maria Soraya berkata:

    OOTD banget mbak belinda *maapsalfok

    aku baru tau ada kelas netizen ya, kirain sekedar event biasa aja, acara MPR gak daftar karena gak ada yg bisa standby jagain anakku .. klo ada event lagi dengan MPR RI semoga bisa daftar

    ibarat pohon, akarnya kudu kuat begitu juga dengan indonesia

    Suka

    1. belinda888kusumo berkata:

      Hai Mba Aya. Terima kasih mba sudah mampir baca artikelnya. Iya benar ya. akarnya itu harus kuat. Kalau sudah terbiasa toleransi dan tidak saling senggol, pasti akan jadi budaya. Bawaannya mau damai dan menciptakan kebahagiaan untuk bersama yah mba.

      Anakmu umur berapa mba? salam ya buat si kecil. andai rumah kita berdekatan aku pasti senang bisa main dengan anakmu. Semoga next event bisa bertemu ya Mba. Amin.

      Suka

  4. You replied to this comment.

    Suka

    1. belinda888kusumo berkata:

      Hehehe, menjawab pertanyaan ini. Memang kita perlu melihat dan sorting para demonstran itu tingkat edukasinya bagaimana. Biar kita handling demonstran bisa tepat guna. Belajar dari pengalamanku di dunia customer care. Demonstran itu ibarat customer yang datang marah-marah ke counter kita. Tetap tenang, dengarkan, eye contact, berikan statement yang tepat dan jawaban yang dapat meredam amarah mereka.

      Suka

    2. belinda888kusumo berkata:

      Maaf baru membalas, saya sempat tidak buka blog saya ini cukup lama. Sebemarnya saya tidak berkapasitas menjawab ini. Tapi saya pribadi sih gampangin saja. Kita singkapinya mau sebagai apa, kl kita pemerhati yg isunya sudah sering digagas tp blum ada pergerakan ke arah yg baik mungkin cara penyampaiannya mesti dirubah biar pesannya sampai dan ada perubahan seperti Womans March di film dokumenter Together we rise kl saya tidak salah judulnya. Tp kl kita sebagai rakyat biasa, kl isunya dirasa basi yah lewati aja. Ambil sesuatu selalu dr segi baiknya. Kalau bisa ikut berperan ikuti kl tdk mending kerja nabung buat hari tua.

      Suka

Tinggalkan komentar